Dear My self (diri sendiri)
Terkadang takdir membuat kita sadar
Akan sebuah pendewasaan dalam
belajar
Hal yang tentu belum dapat kita
sukai atau kita terima tentunya
Semakin bertambah nya umur,
Pernah gak sih kita sadar bahwa
ada orang yang lebih tambah lagi umur nya dari kita?
Satu hal yang agak luput dari
pikiran saya adalah tentang orang tua
Mungkin semuanya terlihat normal,
orang tua yang selalu mendoakan kita, kita minta restu setiap harinya kepada
beliau…Namun ternyata dari ke egoisan diri sendiri terkadang membuat kita lupa
akan menua nya orang tua kita. Saya yang merasa masih perlu perhatian namun ternyata
sangat egois, malah harusnya sebaliknya merekalah yang butuh perhatian dari
kita.
Setelah kakak saya menikah dan
“dibawa” oleh suaminya, saya memiliki “bonus” untuk bersama orang tua saya. Awalnya
saya tidak menyadari tentang hal ini. Saya sangat dekat dengan kakak saya. Bila
ada kesempatan ngobrol berdua pasti obrolannya entah masalah keluarga, politik,
atau sampai ngebahas tentang “flat earth”.
Saya merasa tanggung jawab orang tua adalah tanggung jawab bersama. Namun kakak
saya memberitahukan bahwa apabila seorang perempuan yang telah menikah, akan
jatuh hukum nya untuk mematuhi suaminya terlebih dahulu.
Hmmm….terus saya hanya terdiam.
Sore itu terlihat mendung. Saya melihat kanan dan kiri jalan yang sedang rusak
akibat pembangunan LRT. Kakak saya malah bilang “Mumpung lo masih belum married dek, Allhamdullilah papa mama
masih lengkap. Gue yakin lo pasti ada rezekinya”. Apakah ini adil? Waktu itu
saya masih saja kesal dibuatnya. Namun itulah yang membuat mata hati manusia
yang benar-benar masih memiliki iman akan mendapatkan “hidayah”.
Setelah percakapan itu, ternyata
memang takdir mempertemukan ku dengan kenyataan bahwa orang tua memang adalah
hal utama. Saya merasa sangat bersyukur. Sedikit banyak diantara teman-teman
saya yang sudah tidak memiliki orang tua, yang orang tua nya sudah sakit, atau
pun yang orang tua nya berpisah.
Walaupun selayaknya gejolak jiwa
muda yang ingin menjelajah “dunia” setelah duduk dibangku sekolah. Setelah saya
lulus kuliah, pasti ingin bekerja. Kegundahan hati saya datang ketika, orang
tua meminta untuk bekerja di Jakarta saja, supaya tidak merantau lagi. Saya
awalnya bingung, sempat sudah ditawari disebuah oleh perusahaan pengembang
jalan tol swasta yang ada dipinggir Jakarta, namun tetap saja Mama, meminta
untuk tetap “ngekos” dirumah. Dan akhirnya tawaran tersebut pun saya tolak.
Sebagai anak kedua dan sekaligus
anak terakhir (bungsu), saya memiliki tanggung jawab; mungkin tanggung jawab
moril yang harus saya berikan kepada mereka.
Orang tua tidak
meminta harta mu, tidak meminta uang mu, mereka hanya meminta waktu mu
Ada satu hal
lagi yang menarik. Semakin tua, orang tua makin sensitif. Hal-hal kecil saja
dipermasalahkan. Mungkin tidak masuk kedalam logika kita, namun memang yang
muda lah yang harus mengalah karena ada surga dibawah telapak kaki ibu (bahasa
zaman old nya)
Sebelum tidur,
saya selalu berdoa. Ya Alllaah semoga besok kelurga ku masih lengkap tanpa ada
satu yang kurang pun. Aku masih butuh mereka Ya Allaaah….
Pagi itu mendung dan hujan
menyelimuti rumah ku. Mama sedang memegang buku tabungan sambal berdzikir. Saya
pun bertanya “Mama ngapain dzikir sambil megangin buku tabungan? Emangnya kalo
megang buku tabungan sambil dzikir nanti angka 0 nya bakalan tambah gitu (guyon
ku)” . Mama pun tertawa dan langsung berdoa “Dek, semoga mama bisa ya tuntasin
kamu…kan udah momong cucu dari kakak, semoga bisa kesampean nimang cucu dari adek….”
Mama, Kakak, Rasyid, dan Aunty Dindin:) |
No comments:
Post a Comment